Laman

Jumat, 09 November 2012

Tabligh Akbar: Ibadah Lembur

Pernah kan, melihat rombongan manusia (dimana gak sedikit remaja di dalamnya) yang konvoi bahkan dimalam hari dengan 'busana ibadah' mereka? Ya, mereka yang seringkali (bila tidak bisa dikatakan selalu) berbondong-bondong dengan kendaraan bermotor dan bertingkah seperti geng motor (padahal katanya mau ibadah~yakali) dengan ber-'yel-yel' meneriakan pujian-pujian pada tuhan; mengklaksoni mereka yang menghambat jalan mereka (seringkali klakson kendaraan mereka sih emang dimainin gak jelas kaya orang-orang waktu konvoi mau pemilu); sambil beberapa diantaranya mengibarkan bendera dengan huruf-huruf Arab melekat padanya.

Heran juga, segitunya ya tuhan mengharapkan umatnya untuk beribadah dan berbakti padanya?

Langsung aja yaa..
Jadi begini ceritanya.
Waktu itu tanggal 3 November 2012, malam minggu yang seperti malam-malam lainnya bagi seorang jomblo seperti kami. Sehabis menikmati beberapa kantong Chivas (Chiu Vlastik) sambil menyaksikan sebuah festival musik, kami pun berinisiatif untuk mampir di sebuah tabligh akbar yang lokasinya sempat kami lewati saat kami berangkat menuju tempat festival musik tersebut berlangsung.
Saat kami lewat, 'ibadah' itu memang belum dimulai sepertinya. Saat itu sekitar pukul 8 malam kurang lebih. Di jalan pun kami memang berpapasan dengan banyak jamaah yang (seperti saya jabarkan di paragraf pertama) sepertinya menuju lokasi 'ibadah' tersebut.
Kami tiba di lokasi 'ibadah', kurang lebih sekitar pukul 23.30 WIB.
Kami masuk ke dalam lapangan yang menjadi lokasi 'ibadah' berlangsung selama beberapa menit, untuk sekedar melihat-lihat. Dan beruntung, saya mendapat oleh-oleh berupa kesempatan memotret Al-Habib Hasan bin Ja'far Assegaf yang sepertinya menjadi 'bintang spesial' di acara tersebut; walau pun saya memotretnya melalui layar putih yang memproyeksikan keadaan asli panggung, karena lokasi saya berada jauh dari panggung. (Kami juga pasti tidak akan mudah mendekati panggung, karena penampilan dan tampang kami yang sungguh 'tak beriman').

Ini lah poto Al-Habib Hasan bin Ja'far Assegaf
Habib Hasan, pada layar dengan baju berwarna hijau dan memegang mic.

Tak lama setelah aku memotret Habib yang sempat diberitakan melecehkan santrinya sendiri beberapa waktu kemarin, kami pun keluar dari sana.
Kami lanjutkan 'menikmati' keramaian tersebut dengan ngobrol-ngobrol santai di pinggir jalan dekat situ. Dan tidak percuma, kami mendapat 'hiburan' lagi.
Saat 'ibadah' tersebut selesai, jamaah yang jumlahnya ratusan pun mulai keluar. Mereka berhamburan ke jalan. Lokasi sekitar menjadi  seperti pasar dadakan, karena banyaknya lampu-lampu pedagang yang sejak awal memang banyak di sekitar lokasi, dengan barang-barang keagamaan (yang menggelikan adalah poto-poto Habib Hasan) yang mereka jajakan sebagai dagangan mereka; ditambah jamaah yang berhamburan keluar karena 'ibadah' telah selesai.
Saat itu sekitar pukul 01.00 WIB. Tentu sudah berganti-hari.

Kendaraan yang mereka gunakan didominasi oleh sepeda motor dan mobil angkutan umum yang sepertinya disewa sebagai transportasi mereka.
Seperti yang sudah kita bahas, mereka bertingkah layaknya geng motor, layaknya penguasa jalanan. Berhenti di tengah jalan, memaksa pengguna jalan lain yang lewat untuk berhenti agar rombongannya terlebih dahulu lewat.
Terlebih saat 4 orang yang masing-masing menggunakan sepeda motor Kawasaki Ninja 250cc keluaran terbaru mengosongkan jalanan untuk beberapa mobil yang sepertinya diisi 'orang penting'.
Angkutan umum pun tak kalah serunya. Kapasitas angkut berlebih. Banyak anak-anak usia awal belasan yang dengan cerianya bernyanyi dan ber-'yel-yel' di atas kap mobil. Miris.

'Hiburan' belum selesai.
Saat lokasi sekitar kami sudah mulai sepi, kami mendapat kesempatan lebih  luas untuk mengabadikan momen romantis sepasang muda-mudi jamaah yang sepertinya masih menunggu teman mereka; yang duduk berduaan di atas sebuah sepeda motor. Saat lokasi masih ramai, kami memang sudah mengamati mereka dengan perasaan lucu dan kesal.
Lucu: karena tampaknya mereka berpikiran 'cukup modern' dengan berani saling rangkul di depan umum dengan busana ibadah mereka di negara fanatik 'budaya timur' seperti ini; terlebih mereka baru saja mengikuti acara keagamaan yang 'budaya timur'-nya kuat.
Kesal: karena kami iri. Kami jomblo! Camkan itu!!

Oh ya, 1 faktor kelucuan lagi, karena sebenarnya mereka bertiga.
Dua laki-laki dan satu perempuan.
Tapi laki-laki yang satu lagi hanya berdiri didekat sepasang muda-mudi tersebut (yang kami yakin, juga iri seperti kami).
Ini lah mereka...

Yang baju putih mupeng

Lalu dia mengalihkan perhatian biar gak tambah mupeng


Dan kabar mengejutkannya adalah: seorang laki-laki yang kami yakini sebagai teman yang mereka tunggu akhirnya datang, dan mengajak pulang (entah pergi kemana) perempuan itu dengan motornya.
Jadi....??

Handphone menunjukkan waktu sekitar 02.00 WIB.
November 2012, tanggal 4.


Berpikir positif:
  • Bila anda dan/pun pacar anda tidak diizinkan oleh orang-tua anda dan/atau pun orang-tua pacar anda untuk keluar malam dan/pun agar dapat pulang lewat tengah malam, ada baiknya anda coba berbohong dengan 'ibadah lembur' sebagai alasan pada orang-tua anda dan/pun orang-tua pacar anda.
  • Bila ada acara seperti itu dan anda sedang tidak bisa tidur, coba lah untuk menjadi tukang ojek dadakan. Anda cukup kongkow dan parkirkan sepeda motor disekitar lokasi saat acara selesai. Mudah-mudahan laku.
  • Cuci mata. Karena sekali pun acara keagamaan, pasti ada kimcil atau pun MILF yang layak dilihat. Bila anda wanita, pria-pria tampan dan tolcil imut juga banyak loh!
Maaf apabila kualitas gambar mengecewakan, karena alat seadanya.
Hehe..
Baca Selengkapnya

Kamis, 16 Februari 2012

RELATIF

Benar / Salah - Cantik & Tampan - Baik / Jahat = R E L A T I F


Apakah salah, bila seorang miskin; dengan segala keterbatasan dan keadaan yang memaksa; mencuri seliter beras dari sebuah warung untuk menyambung hidup(?)

Apakah benar, bila sekelompok manusia dilarang untuk beribadah oleh manusia-manusia lainnya hanya karena ibadah kelompok tersebut (minoritas) dinilai tidak sesuai dengan yang dijalankan oleh manusia-manusia lain tersebut (mayoritas), atau sekalipun dianggap sesat(?)


Apakah jahat, bila seorang anak disekolahkan orang-tuanya di sebuah sekolah swasta dengan biaya mahal, sementara tidak jauh dari sana ada seorang anak yang ingin sekolah namun terkendala ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan(?)

Apakah baik, bila seorang tak dikenal mencuri / merampok dari seorang yang cukup mapan (bukan kaya raya), untuk kemudian diberikan pada manusia lain yang membutuhkan bantuan(?)


Relatif.

Jadilah manusia..

Baca Selengkapnya

MANUSIA - Punahkah Ekualitas?

Pada hakikatnya manusia itu sama.
Yang membedakan hanyalah fisik secara keseluruhan dan jenis kelamin mereka.


Tapi, kenyataannya sekarang ini tidaklah demikian!

"Manusia sama, sama-sama ciptaan Tuhan", demikianlah omong-kosong yang dikatakan para relijius.

Benar manusia itu sama, terpaku pada hakikat yang pernah ada. Terlepas dari itu, manusia adalah sekumpulan kompetitor yang berlomba memenuhi hasrat psikologis mereka.
Mulai dari barang hingga gelar pada namanya.
Mulai dari pengakuan umum atas kontribusinya bagi masyarakat luas hingga tempat baginya di surga sana.

Kapan pun kesempatan yang mereka punya; apapun akan dilakukan, siapapun akan dikorbankan, untuk mencapai klimaks yang mereka idamkan.

Manusia itu berbeda!
Karena ada si kaya & si miskin, si hitam & si putih, si alim & si kafir.

Ya, bukan karena 'amal-perbuatannya'; karena  jahat / baik itu layaknya cantik / tampan atau benar / salah: relatif.

Selama para orang-tua masih mencekoki anaknya dengan pemikiran-pemikiran kolot (fasis, rasis, mental budak, dsb); selama generasi muda acuh dengan pengertian dari spesiesnya; manusia akan tetap berbeda!




Baca Selengkapnya

Kamis, 15 Desember 2011

HUJAN - Antara Sukacita dan Derita

Hujan, sudah pasti penilaian orang berbeda-beda akan hal ini.
Senang, gundah, kesal, aaaaahh kompleks sekali.

Ga sedikit orang yang bahagia dengan turunnya hujan, bahkan sangat mengharapkannya.
Para petani dan semua masyarakat yang sedang mengalami musim kemarau adalah contohnya.
Namun disaat hujan turun, terlebih lagi khususnya saat musim hujan, dimana hujan terus menerus turun dalam intensitas yg cukup tinggi, kerap kali membuat sebagian masyarakat hidup dalam ketakutan.
Warga Jakarta, khususnya yang tinggal di sekitar bantaran kali adalah mereka yang bisa dibilang 'takut' dengan hujan, karena banjir menimpa tempat tinggal mereka itu sudah pasti.
Sudah rahasia umum, faktor utama penyebab masalah itu adalah buruknya kinerja pemerintah yang terkait untuk mencegah dan menanggulanginya. Ulah manusia yang kerap membuang sampah sembarangan di kali juga faktor penyebab lainnya.
Ya emang sih, faktor yg lebih utama dibanding kinerja buruk pemerintah yang emang buruk (hehe) adalah imbas dari kemajuan teknologi. Ozon yang berlubang dan makin tipis karna efek rumah kaca, asap kendaraan dan pabrik membuat iklim berubah dan ga nentu.

Tapi yang ingin saya bahas di sini bukan masalah itu, karena sudah rahasia umum. Dengan kata lain, masyarakat luas pun juga sudah sadar akan hal itu.

Ojek Payung
Kemarin-kemarin, waktu gua di Terminal Kampung Rambutan saat hujan, adalah kali pertama gua ngelihat "Ojek Payung" lagi setelah ± 1 tahun ga ngeliat mereka (jarang pergi-pergi sih :P).
Iya, mereka yang bawa-bawa payung sambil menggigil trus nawarin "Bu payung bu.. Mas payung mas.." yang banyak kita jumpai di terminal / pasar / lampu merah tiap hujan.
Sebuah profesi yang pengen banget gua coba waktu kecil, tapi ga pernah gua lakuin karena gua udah terbiasa hidup nyaman dan dibesarkan dengan manja.. haha
Mereka nawarin jasa menyewakan payung mereka untuk orang lain biar ga kehujanan sampai tempat tujuan / tempat untuk sekedar berteduh, sementara mereka kehujanan.
Seinget gua waktu gua kecil dulu jasa mereka dihargai Rp. 500 sampe Rp. 1.000.. Mungkin sekarang antara Rp. 1.000 sampe Rp. 2.000.
Secara ga langsung hujan pasti disambut sukacita oleh para pengojek payung, karena mereka bisa mengais rezeki dari hujan yang turun.
Saya rasa pasti ada orang yang berpikiran pendapatan pengojek payung pasti besar. Sama halnya dengan penilaian sebagian masyarakat terhadap pengemis, yang didukung banyak berita mengenai rumah beberapa pengemis di Jakarta, yang berada di daerah Jawa, yang rumahnya bisa dibilang mapan.

Kalau pun emang bener pengemis atau pengojek payung itu pendapatannya besar, trus kenapa?
Semua pekerjaan ada resikonya.
Pengemis, yang menurut saya pribadi syukur-syukur bisa makan nasi sekali dalam sehari, resikonya malu! Pengemis di jalan / lampu merah, resikonya malu + sakit karena lingkungan sekitar yg penuh polusi.
Begitu pula dengan pengojek payung.
Sementara ga sedikit orang yg gembira dengan turunnya hujan seperti yang saya tuliskan di SINI, pengojek payung hujan-hujanan mencari beberapa ribu rupiah.
Saya rasa wajar misalkan seorang pengojek payung bisa mengantongi Rp. 50.000 dalam sejam, dengan hanya berjalan kaki mengikuti orang yang menyewa payung sampai tempat tujuan / tempat meneduh.
Tapi sebelum kita iri, ada baiknya kita pikirkan dulu, seberapa kuat kita harus menahan dingin dan menggigil untuk mendapatkan Rp. 50.000 tersebut? Terlebih jika kita adalah seorang anak berusia dibawah 17 tahun, seperti kebanyakan pengojek payung pada umumnya.

Sekian dan terima teh hangat :)
Baca Selengkapnya